Sabtu, 29 Januari 2011

cerita cinta fisika


rabu, 29 januari 2011 09.59, pelajaran fisika pak saeb, meja utara nomer 3 dari deoan, kursi ke-5 dari kiri, sebelah kiri cop-copan dan keran.
.
aku galau, eh bukan galau deing. bawaanku rasanya pengen ngetik terus. i was wondering what he was doing (inisial 3 huruf jgan marah ya…) walaupun nggak bisa nari, kau lebih prefer nari daripada fisika (abaikan saja).
.
kipas angin sebelah kiri berbunyi teratur seolah-olah itulah jantung angin di lab bio. suaranya datar, tak berirama naik turunnya menghipnotis semua yang menengar untuk tidur dan melepas ingatan temporal tentang momen inersia. sementara yang lain berseru, ” Pak, nggak kelihatan!”, aku hanya tetap duduk, menetap bulu (buku palu) dan menggesekkan batang grafit faber cast*e menjadi bentuk-bentuk emosi sekarang
tanganku tetap bergerak, bergeser perlahan kekanan sembari menunggu evi yang bari saja bilang, “Stt..!” ke anin dan kembali berkutat dengan rumus-rumus momen inersia. baiklah,sementara pak saeb pindah ke ruas kanan, entah apa yang merasuki evi hingga ia berkata tulisanku suket. padahal aku hanya menulis diua huruf S danT yang masing-masing kembal 3 dan kembar sepasang.
.
akhirnya pak saeb memasukkan angka ke rumus-rumus momen inersi jahannam itu. entah apalagi yang akan dicari. T-kah? a-kah? pembuktian katrol licin kah? aku tidak tau. rasanya aku cukup membalas kumpulan simbol-simbol itu dengan gesekan pensil bercat hijau ini. berpacu dengan ritme kipas angin, berpadi dengan gesekan spidol pak saeb. dan aku menghela nafas.
.
tak bisakah fisika leboh mudah? hingga tak perlu lagi yang namanya menurunkan dari rumus momen inersia yang asli? pernahkan kita berpikir, berapa liter tinta spidol snowman boardmarker yang tertempel untuk penurunan-penurunan rumus fisika? kenapa kita seperti ini?
.
oke, beru 30 detik yang lalu, anin dan evi mengadakan press conferece denganku. klarifikasi bahwa yang bilang suket itu anin, bukan evi. oke oke oke, sante lo. anin bilang, “jahat banget, kok gitu vi…” setelah evi membalas, “ojo, engko dinggo maksiat.” tapi itu tidak mempengaruhi pandanganku dari ujung pensilku yang menari diatas kertas bergaris ini.
.
belasan orang bertahan dengan posisinya. sekali menengadahkan kepala ke papan tulis. menulis kembali simbol-simbol yang berbaris itu lagi! entahlah. aku tidak tertarik. bahkan anin dan evi yang ngakak 5 detik lalu tidak aku indahkan.
.
setelah bunyi kipas, kini bandul penrik plastik penarik layar LCD perlahan berhenti berayun. matahari mulai meninggi dan lakas mulai ribut tentang matahari yang berjumlah 2. apa belum cukup satu? jangan marukk lah. satu sudah cukup untuk 10milyar nyawa selama ratusan milenium lagi.
i gotta go to the stage. dance class, I’m coming.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar